Sel darah merah punya peran vital dalam fungsi organ tubuh manusia. Tubuh pun terus memproduksi sel darah ini untuk menggantikan yang rusak seiring dengan waktu. Namun ada kalanya terjadi gangguan kesehatan yang mengakibatkan sel darah merah hancur dan tak bisa segera digantikan. Kondisi ini disebut anemia hemolitik.
Mengenal Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah kelainan darah yang terjadi ketika sel darah merah hancur lebih cepat dari seharusnya. Hancurnya sel darah merah ini disebut hemolisis. Sel darah merah normalnya bertahan selama sekitar 120 hari atau 4 bulan setelah diproduksi. Jika terjadi anemia hemolitik, sel darah merah hanya hidup selama sekitar 30 hari atau kurang.
Artinya sel darah merah yang ada dalam aliran darah lebih sedikit karena pengganti sel yang hancur belum sempat diproduksi. Akhirnya akan terjadi penurunan jumlah sel darah merah alias anemia yang menimbulkan berbagai gejala.
Terdapat beberapa jenis anemia hemolitik, yakni:
- Gangguan membran: membran sel darah merah tidak normal sehingga bentuknya berbeda dan mudah hancur atau rusak
- Defisiensi enzim: sel darah merah kekurangan enzim yang dibutuhkan untuk bertahan hidup sehingga lebih cepat rusak
- Masalah hemoglobin: hemoglobin yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuh tidak normal dan masa hidupnya lebih singkat
- Anemia hemolitik autoimun: ada kaitan dengan penyakit atau kondisi tertentu yang membuat sel darah merah hancur lebih cepat
Sebagian besar kasus anemia hemolitik merupakan penyakit keturunan. Artinya kondisi itu diturunkan dari orang tua ke anak. Tapi bisa juga seseorang mengalami kondisi ini tanpa riwayat anemia hemolitik dalam keluarganya.
Gejala
Berikut ini beberapa gejala umum anemia hemolitik:
- Kulit pucat
- Mata dan kulit menguning (penyakit kuning)
- Urine berwarna gelap
- Demam
- Kelelahan
- Tubuh letih lesu
- Pusing
- Kebingungan
- Cepat capek saat beraktivitas fisik
- Pembesaran hati dan limpa
- Detak jantung cepat
- Ada suara berdesir dari jantung
Gejala ini mungkin disebabkan oleh masalah kesehatan lain. Untuk memastikannya, perlu pemeriksaan diagnostik oleh dokter.
Penyebab
Ada dua macam penyebab anemia hemolitik, yakni intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik berarti hancurnya sel darah merah disebabkan oleh cacat di dalam sel darah merah. Jenis ini seringnya terjadi karena penyakit keturunan, seperti anemia sel sabit, talasemia, atau adanya enzim abnormal dalam sel darah merah. Kondisi itu menyebabkan produksi sel darah merah yang masa hidupnya tak selama sel darah merah yang normal.
Adapun ekstrinsik artinya sel darah merah hancur akibat faktor dari luar sel. Jenis ini juga disebut anemia hemolitik autoimun. Contoh penyebabnya:
- Infeksi bakteri atau virus
- Obat-obatan seperti penisilin, asetaminofen, dan obat malaria
- Kanker, misalnya leukemia dan limfoma
- Gangguan autoimun, seperti lupus dan reumatoid artritis
- Hipersplenisme, yakni kondisi ketika limpa bekerja terlalu aktif hingga menghancurkan lebih banyak sel darah merah
Beberapa penyebab ekstrinsik bersifat jangka pendek atau sementara dan bisa hilang dalam waktu relatif singkat. Namun ada juga yang berupa kondisi kronis dengan kemungkinan kambuh setelah sempat dinyatakan membaik (remisi).
Cara Dokter Mendiagnosis Anemia Hemolitik
Dokter umumnya bisa segera menduga pasien mengalami anemia hemolitik berdasarkan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Untuk mengonfirmasi dugaan itu, dokter akan meminta pasien menjalani serangkaian tes, seperti:
- Tes hemoglobin dan hematokrit untuk mengukur kadar hemoglobin dan sel darah merah dalam darah
- Hitung darah lengkap untuk mengecek sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit serta kadang juga sel darah merah yang masih mudah atau retikulosit
- Pengecekan sampel darah dengan mikroskop untuk melihat apakah sel darah normal atau tidak
- Tes Coomb untuk mengecek adanya antibodi yang menyerang sel darah merah
- Tes darah untuk mengecek berbagai kondisi yang bisa menyebabkan hemolisis
- Tes urine untuk mengecek hemoglobin dari sel darah merah yang hancur
- Biopsi atau aspirasi sumsum tulang atau keduanya untuk mengecek jumlah, ukuran, dan kematangan sel darah serta mengetahui keberadaan sel yang abnormal
Bagaimana Cara Mengatasinya?
Penanganan anemia hemolitik bergantung pada gejala, usia, dan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan. Tingkat keparahan anemia yang diderita juga mempengaruhi pilihan tindakan. National Heart, Lung, and Blood Institute menjelaskan bahwa pasien anemia hemolitik ringan bisa jadi tak memerlukan perawatan. Sedangkan anemia berat yang tak dirawat atau ditangani bisa menyebabkan berbagai komplikasi yang mengancam jiwa.
Opsi perawatan untuk anemia hemolitik antara lain:
- Obat steroid atau kortikosteroid
- Infus immunoglobulin
- Transfusi darah
- Obat untuk mengendalikan sistem imun
- Antibiotik untuk mengatasi infeksi jika ada
- Obat lain sesuai dengan gejala dan jenis anemia yang dialami
Untuk pasien yang tak kondisinya tak kunjung membaik setelah mendapat penanganan tersebut, dokter mungkin perlu melakukan splenektomi atau operasi pengangkatan limpa, pengambilan antibodi yang menghancurkan sel darah merah dalam darah (plasmaferesis), atau transplantasi sel punca, yakni penggantian sumsum tulang yang abnormal dengan sumsum tulang dari donor.
Komplikasi
Membiarkan anemia hemolitik tak mendapat penanganan yang tepat bisa mengakibatkan risiko komplikasi. Kemunculan risiko ini bergantung pada penyebab anemia, termasuk:
- Irama detak jantung tak beraturan
- Pembesaran jantung
- Gagal jantung
- Batu ginjal
- Pembekuan darah di paru-paru
- Gagal ginjal
- Syok
Pencegahan
Anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor keturunan tak bisa dicegah, kecuali defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Individu yang terlahir dengan defisiensi G6PD bisa menghindari zat yang dapat memicu anemia tersebut. Contohnya naftalena seperti yang terkandung dalam kapur barus, kacang fava, dan obat-obatan tertentu sesuai dengan nasihat dokter.
Dokter dapat membantu memberikan tips untuk meminimalkan risiko rusaknya sel darah merah terlalu cepat dan mencegah infeksi. Misalnya cuaca dingin bisa menjadi pemicu hancurnya sel darah merah. Untuk melindungi diri, hindari cuaca dingin, kenakan baju hangat, dan jaga rumah tetap hangat.
Guna mencegah infeksi, terapkan protokol kesehatan dengan baik serta jaga kebersihan gigi dan mulut. Menjalani imunisasi dengan vaksin flu tiap tahun juga dapat meminimalkan risiko infeksi.
Kapan Harus ke Dokter?
Hubungi dokter bila merasa lebih mudah capek daripada biasanya, kulit terlihat pucat, atau ada gejala lain yang mengarah ke anemia hemolitik. Dokter umum akan memberi rujukan ke dokter ahli hematologi bila menduga kuat pasien mengalami anemia hemolitik.
Reviewed by
dr. Diah Ari Safitri, SpPD-KHOM, FINASIM
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hematologi Onkologi Medik
Primaya Hospital Tangerang
Referensi:
- Overview of Hemolytic Anemia. https://www.msdmanuals.com/professional/hematology-and-oncology/anemias-caused-by-hemolysis/overview-of-hemolytic-anemia. Diakses 28 Januari 2023
- Complications of Autoimmune Hemolytic Anemia. https://www.binasss.sa.cr/abr22/42.pdf. . Diakses 28 Januari 2023
- Autoimmune hemolytic anemia: current knowledge and perspectives. https://immunityageing.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12979-020-00208-7. Diakses 28 Januari 2023
- Hemolytic Anemia. https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/hemolytic-anemia. Diakses 28 Januari 2023
- How Is Hemolytic Anemia Diagnosed?. https://www.hoacny.com/patient-resources/blood-disorders/what-hemochromatosis/how-hemolytic-anemia-diagnosed. Diakses 28 Januari 2023
- Hemolytic Anemia. https://www.nhlbi.nih.gov/health/anemia/hemolytic-anemia. Diakses 28 Januari 2023
- Hemolytic Anemia. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558904/. Diakses 28 Januari 2023