• Contact Center
  • 1500 007
  • Chatbot

Hepatitis E: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

Hepatitis E Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

Hepatitis E adalah jenis hepatitis yang gejalanya terbilang ringan dan pasien bisa sembuh sendiri pada fase infeksi akut. Meski demikian, penyakit hati ini tetap dapat membawa konsekuensi besar pada kondisi kesehatan pasien yang terinfeksi. Infeksi virus hepatitis E yang awalnya akut bisa berkembang menjadi kronis sehingga membutuhkan penanganan medis untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Virus pemicu penyakit ini juga kerap menyebabkan wabah.

 

buat jani dokter primaya

Apa Itu Hepatitis E

Hepatitis E adalah jenis hepatitis kelima yang disebabkan oleh virus hepatitis E. Penyakit ini lebih sering ditemukan di daerah yang tidak terjaga kebersihannya. Kasus hepatitis E lebih lazim dijumpai di negara-negara Amerika Tengah, Afrika Utara, Timur Tengah, Asia, dan Asia Tenggara. Di Indonesia, penyakit ini kerap muncul sebagai kejadian luar biasa.

Kejadian luar biasa mengacu pada kejadian penularan dalam jumlah besar dan dalam waktu cepat di suatu tempat atau kawasan. Selain hepatitis E, jenis hepatitis yang sering menyebabkan kejadian luar biasa adalah hepatitis A. Dua jenis hepatitis ini memang punya kemiripan dalam hal cara penularan dan risiko infeksi.

Hepatitis E terdeteksi pertama kali pada awal 1980-an sebagai penyebab wabah hepatitis akut yang tak diketahui penyebabnya. Ini mirip dengan kasus hepatitis akut misterius yang menyebar di sejumlah negara di kalangan anak-anak yang dilaporkan pada April 2022.

Secara global, virus hepatitis E adalah salah satu yang paling sering menyebabkan kasus hepatitis viral akut. Kebanyakan infeksi hepatitis E tak disertai gejala dan virus dapat lenyap sendiri tanpa pengobatan. Hingga kini sudah ada 8 genotipe virus hepatitis E yang teridentifikasi. Genotipe 1, 2, 3, dan 4 adalah yang paling kerap memicu infeksi pada manusia.

Genotipe 1 dan 2 banyak ditemukan di negara berkembang dan mampu menyebabkan wabah dalam skala besar. Ibu hamil dan bayi baru lahir juga kerap teridentifikasi terinfeksi virus dengan genotipe 1 dan 2. Adapun genotipe 3 dan 4 adalah zoonotik atau menular di kalangan hewan. Penularan ke manusia bisa terjadi lewat air minum yang terkontaminasi atau konsumsi daging hewan yang terinfeksi.

Baca Juga:  Diabetes: Gejala, Mencegah dan Mengatasi

 

Penyebab

Virus hepatitis E yang menyebabkan penyakit peradangan hati ini menyebar terutama lewat tinja atau muntahan orang yang terinfeksi. Orang yang meminum air atau memakan makanan yang terkontaminasi tinja yang terinfeksi virus tersebut bisa terinfeksi hepatitis E. Misalnya seseorang yang minum air leding yang terkontaminasi saat sedang bepergian ke suatu tempat yang sanitasinya buruk. Kandungan virus hepatitis E sekecil apa pun dalam air atau makanan dapat memicu infeksi.

Kadang bencana alam juga berkontribusi terhadap penyebaran hepatitis E. Misalnya banjir menyebabkan air selokan meluap hingga tercampur dengan sumber air minum. Air minum yang dikonsumsi masyarakat bisa jadi terkontaminasi virus dari air selokan.

Penularan juga bisa bersumber dari hewan yang terinfeksi, seperti sapi, kambing, domba, dan babi. Sejumlah penelitian menemukan makin meningkatnya angka infeksi yang terkait dengan konsumsi daging atau produk babi yang kurang matang. Diduga babi yang dikonsumsi tersebut telah terinfeksi hepatitis E sebelumnya.

Ihwal penularan lewat hubungan seksual, hal ini masih menjadi bahan diskusi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan hepatitis E tak bisa menyebar lewat kontak seksual, sementara Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat (NIH) menyebutkan bisa. Butuh penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi masalah ini.

 

Gejala

Gejala hepatitis E tak selalu muncul atau dirasakan pasien. Pada kasus hepatitis akut, seringkali gejala atau tanda penyakit tersebut tak tampak hingga pasien sembuh dengan sendirinya. Adapun pada kasus hepatitis kronis, gejala kerap baru terasa setelah bertahun-tahun kemudian. Padahal, selama seseorang terinfeksi, ia bisa menulari siapa saja dan kapan saja.

Bila muncul, gejala hepatitis E antara lain:

  • Kelelahan
  • Mual
  • Muntah
  • Diare
  • Sakit kuning (putih mata dan kulit menguning)
  • Tinja berwarna pucat
  • Urine gelap kecokelatan
  • Sakit perut bagian kanan bawah
Baca Juga:  Terapi Pengganti Ginjal

 

Pengobatan

Pasien hepatitis E akut yang datang ke dokter umumnya hanya diminta cukup beristirahat, mencegah dehidrasi, dan makan makanan bergizi seimbang. Adapun obat dari dokter umumnya hanya bertujuan mengendalikan gejala yang muncul. Biasanya pasien hepatitis E akut dapat sembuh dalam enam minggu.

Hepatitis E akut bisa menjadi serius terutama bagi ibu hamil. Karena itu, bila terinfeksi virus ini, ibu hamil harus rajin-rajin memeriksakan diri dan tetap berkomunikasi dengan dokter kandungan atau bidan. Mungkin dokter menyarankan ibu hamil untuk menjalani rawat inap agar lebih mudah dipantau dan dipastikan kecukupan cairannya.

Adapun kondisi kronis lebih mungkin terjadi pada pasien yang memiliki gangguan sistem kekebalan atau imun tubuh. Pengobatan hepatitis E kronis disesuaikan dengan kondisi pasien. Belum ada vaksin atau obat antivirus untuk penyakit ini.

 

Kapan ke Dokter

Pasien yang terdiagnosis mengidap hepatitis E tak selalu harus menjalani perawatan medis. Meski begitu, tetap ada risiko komplikasi yang fatal. Karena itu, usahakan berkonsultasi dengan dokter ketika sudah positif terkena hepatitis E. Begitu pula jika Anda curiga terinfeksi atau tidak yakin apakah tertular atau tidak. Gejala seperti diare, kelelahan, dan berubahnya warna urine serta tinja cukup menjadi tanda bahwa Anda perlu mendatangi dokter untuk mendapat kepastian diagnosis.

 

Reviewed by

dr. Gerie Amarendra SpPD, KGEH

Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Primaya Hospital Bekasi Timur

 

Referensi:

Bagikan ke :

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.