
Sesak napas yang dirasakan muncul tiba-tiba saat sedang merasa cemas atau stres sering dianggap sebagai angin lalu. Namun ternyata sistem pernapasan memiliki kaitan yang lebih dalam dengan stres. Stres bahkan bisa memicu atau memperburuk kondisi yang disebut gangguan pernapasan fungsional dan berkaitan pula dengan kesehatan mental. Hubungan stres dengan kondisi pernapasan dan kesehatan mental akan diuraikan lebih lanjut dalam artikel ini.
Apa Itu Gangguan Pernapasan Fungsional
Gangguan pernapasan fungsional atau functional respiratory disorderย adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok kondisiย ketika seseorang mengalami gejala pernapasan yang nyata dan mengganggu baik tanpa adanya kelainan organik pada paru-paru atau saluran napas atau akibat sekunder dari kelainan cardiopulmoner. Gangguan pernapasan fungsional dapat terjadi di semua usia
Salah satu subtipe umum gangguan pernapasan fungsional adalah dysfunctional breathingย atau disfungsi pernapasan. Gejala yang umumnya muncul meliputi:
- Sesak napas (dispnea)
- Napas cepat dan dangkal (hiperventilasii)
- Sensasi tercekik atau kesulitan menarik napas dalam
Persepsi terhadap Penyakit
Penelitian dalam Journal of Asthmaย membahas bagaimana orang mempersepsikan penyakitnya. Persepsi ini ternyata sangat mempengaruhi seberapa berat gejala yang dirasakan dan bagaimana mereka merespons pengobatan.
Studi tersebut menemukan bahwa pasien dewasa dengan disfungsi pernapasan cenderung memiliki persepsi negatif yang kuat tentang kesehatan mereka. Mereka merasa kondisi mereka โmembahayakanโ, โtak terkendaliโ, dan โakan memburuk seiring dengan waktuโ. Bahkan meski hasil tes medis menunjukkan kondisi normal, mereka tetap yakin ada yang salah dengan sistem pernapasan mereka. T
Terdapat korelasi positif antara persepsi penyakit dan suasana hati yang menunjukkan bahwa, makin kuat keyakinan yang dimiliki individu bahwa disfungsi pernapasan merupakan kondisi serius, makin negatif suasana hati mereka.
Pada individu dengan gangguan pernapasan fungsional, persepsi yang salah tentang kondisinya dapat memperburuk gejala dan meningkatkan tekanan psikologis. Misalnya, jika seseorang percaya bahwa sesak napas yang dirasakan menandakan kondisi jantung yang serius, kecemasan yang muncul dapat memperparah gejala pernapasan.
Peran Stres dan Kesehatan Mental dalam Gangguan Pernapasan
Stres tak hanya membuat kita gelisah, tapi juga mempengaruhi sistem pernapasan. Dalam riset di Jornal Brasileiro de Pneumologiaย disebutkan stres emosional dan kecemasan menyebabkan otot perut menegang dan menghambat gerakan diafragma. Hal ini memicu pernapasan dada dan peningkatan penggunaan otot-otot pernapasan aksesori (bukan otot utama) sehingga mengakibatkan sesak napas atau dispnea, peningkatan kerja pernapasan, dan kelelahan otot pernapasan.
Saat stres, tubuh memasuki keadaan melawan atau lari alias fight or flight, yang secara alami meningkatkan frekuensi napas dan menyebabkan pola napas menjadi pendek dan dangkal. Dalam jangka panjang, ini dapat mengarah pada kebiasaan bernapas yang tidak efektif.
Dalam artikel Physiology, Stress Reactionย di National Library of Medicine juga disebutkan stres akut atau kronis memicu ketidakteraturan atau disregulasi sistem saraf otonom. Disregulasi ini dapat menyebabkan serangkaian efek fisiologis, yang menyebabkan respons berlebihan dari saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas dan peradangan.
Selain itu, stres akut dapat mengakibatkan perubahan pola pernapasan karena penyempitan saluran napas yang menyebabkan sesak napas serta pernapasan cepat dan dangkal.
Kesimpulan
Berdasarkan riset-riset tersebut, bisa disimpulkan gangguan pernapasan fungsional tidak hanya berdampak pada fisik, tapi juga membawa konsekuensi psikososial yang luas. Gejala yang tak dapat dijelaskan dan sering tak terlihat oleh orang lain dapat menyebabkan perasaan frustrasi, kebingungan, dan bahkan keraguan diri. Pasien mungkin merasa tidak dipercaya atau dianggap hanya mengada-ada.
Stres yang menjadi pemicu atau diperburuk oleh gangguan pernapasan fungsional dapat menciptakan lingkaran setan. Gejala napas menyebabkan stres dan kecemasan, yang kemudian memperburuk gejala napas itu sendiri. Lingkaran ini dapat menjebak pasien dalam kondisi yang makin sulit.
Untuk mengatasi kondisi ini, tidak hanya dengan obat, diperlukan pendekatan psikologis, edukasi, dan dukungan sosial. Penanganan aspek psikologis dan sosial sama pentingnya dengan penanganan gejala fisik. Dukungan emosional, pemahaman dari lingkungan, dan strategi menghadapi situasi yang memicu stres sangat krusial dalam langkah penanganan.
Narasumber:
dr. Aslani Treestiana Sari, Sp. P, M.Kes
Spesialis Paru
Primaya Hospital Semarang
Referensi:
- ess perceptions, symptom severity and psychosocial outcomes in adults with dysfunctional breathing. https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/02770903.2024.2397656. Diakses 23 Mei 2025
- Prevalence of dysfunctional breathing in patients treated for asthma in primary care: cross sectional survey. https://www.bmj.com/content/322/7294/1098. Diakses 23 Mei 2025
- Dysfunctional breathing: what do we know?. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6534396/. Diakses 23 Mei 2025
- Physiology, Stress Reaction. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541120/. Diakses 23 Mei 2025
- Functional respiratory disorders. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/9291412/. Diakses 23 Mei 2025
- Respiratory Diseases of Adults. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11773/. Diakses 23 Mei 2025
- Dysfunctional breathing: what do we know?. https://www.scielo.br/j/jbpneu/a/NBZcwpX45rBKS5gDbHFLNXr/. Diakses 23 Mei 2025