Leukemia adalah suatu keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel darah putih (leukosit) yang tidak terkendali sehingga fungsinya menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut, fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia. Leukemia akut dibagi menjadi leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA).
Leukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari keganasan. Insiden rata-rata 4-4,5 juta kasus per tahun per 100.000 anak di bawah usia 15 tahun dengan puncak kejadian pada usia 2-5 tahun. Disebut akut karena perkembangannya berjalan cepat sehingga dapat memburuk dengan cepat pula.
Penyebab leukemia masih belum diketahui. Namun ada beberapa hal yang diduga menjadi risiko untuk terjadinya leukemia akut, antara lain :
- Cacat genetik (trisomy 21, sindrom Bloom’s, anemia Fanconi, ataksia telangiektasia) mempunyai risiko tinggi menderita leukemia. Begitu pula dengan kembar monozigot
- Studi kasus di Moskow mendapatkan paparan paternal/maternal terhadap pestisida dan produk minyak bumi akan meningkatkan risiko leukemia pada keturunannya
- Penggunaan marijuana maternal juga menunjukkan hubungan yang signifikan
- Radiasi dosis tinggi in utero secara signifikan tidak mengarah pada peningkatan insiden leukemia, demikian pula halnya dengan radiasi dosis rendah. Namun hal ini masih merupakan perdebatan. Pemeriksaan x-ray abdomen selama trimester 1 kehamilan menunjukkan peningkatan insiden leukemia
- Beberapa studi tidak menemukan peningkatan risiko terhadap paparan di bidang elektromagnetik. Tapi studi terbaru menunjukkan peningkatan 2 kali diantara anak-anak yang tinggal di jalur listrik tegangan tinggi, namun tidak signifikan karena jumlah anak yang terpapar sedikit
- Infeksi virus dan atau bakteri yang bisa menyebabkan mutasi pada sistem imun. Hipotesis yang pertama adalah infeksi maternal selama masa kehamilan memungkinkan agen infeksius ditransmisikan ke janin sehingga menyebabkan ketidakstabilan genetik. Hipotesis kedua mengenai ‘delayed infection’
- menjelaskan bahwa infeksi pada masa awal kehidupan memiliki efek protektif terhadap LLA, sebaliknya minimnya paparan terhadap infeksi selama masa awal kehidupan meningkatkan risiko terjadinya leukemia karena hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya respon imun yang abnormal terhadap infeksi yang terjadi pada masa yang akan datang. Beberapa virus yang diduga memiliki asosiasi dengan leukemia pada anak antara lain Human T-Cell Leukemia (HTLV), Epstein-Barr virus, HIV
- Ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol, merokok juga dapat meningkatkan risiko terjadinya leukemia pada bayi
- Paparan bahan kimia dan agen kemoterapi. Paparan terhadap benzene dan kloramfenikol diduga menjadi salah satu faktor risiko terjadinya leukemia pada anak
- Kehamilan pada ibu dengan umur lebih dari 35 tahun berasosiasi dengan meningkatnya risiko terjadinya leukemia pada anak. Masih belum jelas hubungan antara usia maternal dengan angka kejadian leukemia, namun hal ini diduga dikarenakan oleh mekanisme epigenetic
Gejala leukemia akut meliputi pucat, lemas, anak tidak mampu melakukan aktivitas fisik atau olehraga, sesak napas, segala bentuk manifestasi perdarahan, demam berulang atau persisten yang asalnya tidak diketahui, tidak/berkurangnya nafsu makan, penurunan berat badan (walaupun penurunan berat badan yang signifikan jarang terjadi), nyeri pada tulang, perut tampak membesar (karena pembesaran organ hati dan limpa), pembesaran kelenjar getah bening. Selain itu terdapat pula manifestasi di beberapa organ atau sistem seperti misalnya manifestasi sistem saraf pusat (tanda kenaikan intrakranial: sakit kepala, papil edema, dan letargi), manifestasi kardiopulmoner (efusi perikardial, massa mediastinum), manifestasi pada mata (perdarahan retina), manifestasi pada genital (infiltrasi sel ke testis pada anak laki-laki dan keterlibatan ovarium pada anak perempuan), manifestasi sistem gastrointestinal (perdarahan gastrointestinal).
Diagnosis leukemia dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan permeriksaan darah lengkap. Namun untuk diagnosis definitif dibutuhkan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan cerebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang yang lain. Cara ini dapat mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika, dan biologi molekuler. Diagnosis banding leukemia pada anak yang perlu dipikirkan antara lain anemia aplastik, gangguan mieloproliferatif, purpura trombositopenia idiopatik (PTI), keganasan lain, penyakit reumatologi atau penyakit kolagen vaskular, sindrom hemofagosit familial atau induksi virus, infeksi virus Epstein-Barr virus, infeksi mononukleosis, reaksi leukemoid, dan sepsis.
Tatalaksana leukemia meliputi kuratif dan suportif. Tatalaksana suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi darah, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek psikososial. Tatalaksana kuratif bertujuan untuk menyembuhkan leukemianya berupa kemoterapi yang meliputi induksi, intensifikasi, profilaksis sususan saraf pusat, dan rumatan. Pemantauan efek samping obat dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi berkala, fungsi hati, dan fungsi ginjal. Bila didapatkan keluhan kelemahan ekstremitas dapat dilakukan EMG.
Remisi akan tercapai pada 98% pasien dengan terapi intensif modern. Namun demikian 25-30% akan kambuh. Bila kekambuhan terjadi saat masa pengobatan atau 6 bulan setelah masa pengobatan selesai cenderung memiliki prognosis yang buruk. Pada kasus early relapse, kelangsungan hidup bebas leukemia sekitar 10-30%. Sedangkan pada kasus late relapse, kelangsungan hidup bebas leukemia sekitar 40-50%.
Penting dilakukan deteksi dini pada leukemia akut yaitu dengan cara mewaspadai adanya tanda-tanda seperti pucat, perdarahan, demam berkepanjangan tanpa diketahui sebabnya dan adanya benjolan tanpa nyeri. Pengobatan leukemia berlangsung lama dan menimbulkan berbagai efek samping.
Hal-hal yang perlu diperhatikan secara khusus dalam merawat anak dengan leukemia akut antara lain :
- Miliki pemahaman menyeluruh tentang penyakit dan rencana perawatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang
- Pelajari faktor risiko. Keluarga harus selalu mencuci tangan dengan bersih, jangan lupa untuk meminta anak untuk melakukannya juga, serta mengenakan pakaian pelindung ketika berada di tengah kerumuman
- Terus mengawasi perawatannya, misal dengan mengganti pembalut luka, mengenali tanda-tanda infeksi (seperti kemerahan, demam, dll)
- Bantu kelola efek samping kemoterapi (pastikan cukup makan dan minum, mencegah dehidrasi, mengurangi rasa mual, dll)
- Berbesar hati, selalu bersikap positif, cari tahu apa yang dibutuhkan
- Menemukan cara kreatif untuk memotivasi anggota keluarga. Hal ini bisa membantu mempertahankan kekuatan dan daya tahan tubuh serta meningkatkan suasana hati
- Membuat nyaman saat rawat inap di RS (membawakan laptop, tablet, buku, mainan kesukaan, dll)
Narasumber:
Spesialis Anak
Primaya Evasari Hospital
Referensi:
- Permono B, Ugrasena IDG, Supriyadi E. Leukemia akut. Dalam: Windiastuti E, Nency YM, Mulatsih S, Sudarmanto B, Ugrasena IDG. Buku ajar hematologi onkologi anak. Edisi revisi. Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;2018. h.276-87.
- Margolin JF, Steuber CO, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. Dalam: Pizzo PA, Poplack DG, penyunting. Principles and practice of pediatric oncology. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins;2002. h.489-544.
- Gusiafsson G, Lie SO. Acute leukemia. Dalam: Voute PA, Kalifa C, Barret A, penyunting. Cancer in children. Clinical management. Edisi ke-4. New York: Oxford University Press;1998. h. 99-118.
- Crist WM, Pullen DJ, Rivera GK. Acute lymphoid leukemia. Dalam: Fernbach DJ, Vietti TJ, penyunting. Clinical pediatric oncology. Edisi ke-4. St Louis: Mosby Year Book;1991. h. 305-36.
- Greaves MF. Speculation on the cause of childhood acute lymphoblastic leukemia. Leukemia 1988; 2: 120-25.