Japanese encephalitis (JE) merupakan suatu penyakit infeksi peradangan otak akibat virus JE yang ditularkan oleh nyamuk. JE lebih sering ditemukan di negara beriklim tropis dibanding beriklim dingin, terutama pada musim hujan.
Sebagian besar orang yang terinfeksi virus JE tidak bergejala atau gejala tidak spesifik menyerupai flu. Tanda dan gejala penyakit radang otak biasanya muncul antara 4-14 hari setelah gigitan nyamuk (masa inkubasi) dengan gejala utama berupa demam tinggi yang mendadak, perubahan status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala, disertai perubahan gradual gangguan bicara dan berjalan. Pada anak, gejala awal biasanya berupa demam, anak tampak rewel, muntah, diare, dan kejang.
Mengapa Japanese Encephalitis berbahaya?
JE bisa menyebabkan kematian. Setiap tahun diperkirakan terjadi 67.900 kasus JE dengan 13.600-20.400 kematian. Bilapun bertahan hidup, biasanya penderita seringkali mengalami gejala sisa (sekuele), antara lain gangguan sistem motorik (motorik halus, kelumpuhan, gerakan abnormal); gangguan perilaku (agresif, emosi tak terkontrol, gangguan perhatian, depresi); atau gangguan intelektual (retardasi); atau gangguan fungsi saraf lain (gangguan ingatan/memori, epilepsi, kebutaan).
Di daerah endemis, JE terutama menyerang anak di bawah usia 15 tahun. Suatu penelitian di Indonesia pada tahun 2005-2006 yang meliputi 15 rumah sakit di 6 propinsi terhadap anak berumur kurang dari 15 tahun mendapatkan 1496 kasus ensefalitis, 28 di antaranya disebabkan JE, 95% kasus ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Mortalitas dan gejala sisa neurologis terjadi pada 47% kasus. Pada 2015-2016, ada ratusan laporan kasus JE di sejumlah provinsi di Indonesia, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Yogyakarta.
Bagaimana cara penularan Japanese Encephalitis?
Virus JE ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk, terutama spesies Culex tritaeniorrhynchus atau nyamuk rumahan yang bertelur di air tergenang, misalnya di sawah, serta menggigit manusia setelah matahari terbenam. Nyamuk ini mendapatkan virus JE dari hewan lain, yaitu burung dan babi.
Mengapa imunisasi Japanese Encephalitis penting?
Peneliti belum menemukan obat untuk ensefalitis JE yang dapat menyebabkan kematian. Program pemberian imunisasi anak menunjukkan efektivitas dalam penurunan sekaligus pencegahan kasus JE, termasuk berkurangnya beban ekonomi akibat penyakit tersebut.
WHO position paper 2015 merekomendasikan pemberian imunisasi JE pada negara endemis, termasuk Indonesia. Surveilans JE di Indonesia tahun 2016 ada 9 provinsi melaporkan kasus JE: Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Kepulauan Riau, dengan kasus JE terbanyak di provinsi Bali. Sejumlah negara Asia telah menjalankan program imunisasi JE pada anak, seperti Jepang, Thailand, Korea, Taiwan, dan Cina. Di negara-negara itu, vaksinasi terbukti telah menurunkan angka kejadian JE secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir, yang artinya, vaksinasi pada anak dapat mengendalikan penyebaran JE, terutama di daerah endemis.
Kapan imunisasi Japanese Encephalitis dapat diberikan?
Berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2020, imunisasi JE diberikan mulai umur 9 bulan di daerah endemis atau yang akan bepergian ke daerah endemis. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun kemudian.
Ditinjau oleh:
dr. Ria Yoanita SpA
Dokter Spesialis Anak
Referensi:
Pusponegoro H., Sitaresmi M., Hartoyo E. Japanese Ensefalitis. Pedoman imunisasi di Indonesia Ed 6. 2017. h.385-91.
Soedjatmiko, Sitaresmi M., Rezeki S., Kartasasmita C., Ismoedijanto, et al. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Tahun 2020. Sari pediatri 2020;22(4):252-60.
Prasetyo D., Japanese encephalitis. 2018. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/japanese-encephalitis