Setiap orang tentu punya ketakutan masing-masing terhadap sesuatu, baik benda ataupun situasi. Namun ada kalanya tingkat ketakutan itu begitu ekstrem sehingga berpotensi mengganggu kehidupan dan menimbulkan gangguan dalam fungsi sehari-hari. Dalam dunia medis kondisi ini dikenal dengan FOBIA, yang salahsatunya adalah : Claustrophobia.
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, Fobia termasuk dalam kelompok Gangguan Neurotik Anxietas dan somatoform serta gangguan terkait stress. Pada Fobia, anxietas dicetuskan oleh adanya situasi ataupun objek yang jelas dan berasal dari luar yang sebenarnya pada saat kejadian ini tidak membahayakan.
Mengenal Claustrophobia
Claustrophobia termasuk dalam fobia spesifik, yaitu kondisi ketakutan ekstrem atau berlebihan yang irasional dan terus-menerus terhadap tempat atau situasi yang tertutup, sempit, atau menyulitkan orang untuk keluar dari tempat tsb. Orang yang mengalami claustrophobia akan merasa cemas dan tidak nyaman berada di ruang tertutup yang kecil atau ruangan yang penuh sesak dengan orang ataupun barang dengan pintu tertutup, bahkan ketika berada di dalam lift.
Biasanya terdapat sejumlah orang yang merasa sedikit cemas ketika berada di ruang tertutup, tapi pada orang dengan Claustrofobia akan timbul kecemasan luar biasa hingga mengalami serangan panik. Kadang hanya memikirkan akan berada di ruang tertutup saja mampu memunculkan rasa cemas, sehingga menjadi ciri khas seseorang yang menderita Fobia untuk menghindari situasi ataupun objek fobiknya sedapat mungkin. Hal ini berakibat mengurangi kualitas hidup orang tersebut, sebab kegiatan sehari-harinya menjadi terbatas.
Dalam artikel di National Library of Medicine disebutkan sekitar 12,5 persen populasi mengalami claustrophobia. Sebagian besar penderitanya adalah perempuan.
Claustrophobia bisa muncul tanpa diketahui penyebabnya. Namun ada sejumlah faktor yang bisa menjadi pemicu, antara lain:
- Pernah mengalami peristiwa yang traumatis di masa lalu, misalnya terjebak di dalam lift atau terkunci di toilet yang sempit
- Menjadi korban bullying saat masih kecil
- Ada riwayat anggota keluarga yang menderita claustrophobia atau gangguan kecemasan lain
- Menderita gangguan kecemasan lain
Gejala Claustrophobia
Gejala claustrophobia tidak persis sama pada setiap orang, namun biasanya gejala yang muncul merupakan akibat dari aktivitas sistem saraf otonom yang menyebabkan gejala fisik, di antaranya :
- Ketakutan berlebihan
- Sesak napas atau merasa sulit bernapas
- Detak jantung meningkat (tachycardi)
- Keringat berlebihan
- Gemetaran
- Rasa nyeri dada
- Menggigil
- Sakit kepala hingga pusing
- Mulut kering
- Telinga berdenging
- Merasa kebingungan
- Rasa kesemutan
- Merasa ingin buang air
Jika mengalami claustrophobia parah, bisa muncul gejala psikologis seperti:
- Takut kehilangan kendali
- Takut pingsan
- Perasaan seperti terlepas dari tubuh
- Takut mati
Diagnosis
Profesional kesehatan mental seperti Psikolog dan Dokter/Psikiater menegakkan diagnosis claustrophobia berdasarkan gejala yang dialami pasien. Caranya antara lain:
- Wawancara psikiatri untuk memahami rasa takut yang dialami pasien terhadap ruangan sempit, seperti seberapa sering perasaan itu muncul dan seberapa parah rasa takut yang dialami serta kapan menyadari adanya ketakutan ekstrem tersebut
- Mengisi kuesioner untuk mengukur seberapa besar kecemasan yang dialami pasien
- Observasi terhadap perilaku dan reaksi pasien yang mengalami ketakutan
- Dokter akan memeriksa kondisi fisik dan laboratorium untuk memastikan tak ada kondisi medis umum yang berkaitan dengan gejala pasien
Penanganan
Terdapat sejumlah cara untuk mengatasi claustrophobia, seperti:
- Terapi perilaku kognitif (CBT) untuk membantu pasien mengubah pola pikir dan perilaku agar dapat mengatasi ketakutan berlebih yang dialaminya
- Terapi Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR) yang berfokus pada upaya menanggulangi ingatan traumatis atau pengalaman buruk yang mendasari claustrophobia
- Terapi kelompok untuk membantu pasien berinteraksi dengan individu lain yang punya problem serupa guna mendapat dukungan emosional dan merasa lebih bisa dipahami
- Teknik relaksasi seperti yoga, meditasi, atau latihan pernapasan untuk meredakan kecemasan dan ketegangan yang terkait dengan claustrophobia
- Terapi paparan (exposure therapy) dan Desensitisasi, untuk membantu pasien menghadapi ketakutannya secara bertahap dengan cara mengekspos pasien tersebut pada situasi yang memunculkan rasa takut .
- Pemberian Obat-obatan seperti antidepresan dan anti cemas ย untuk mengurangi gejala cemas berlebihan atau serangan panik pada pasien, sebelum melanjutkan dengan berbagai pendekatan psikoterapi.
Komplikasi
Banyak orang yang hidup dengan claustrophobia tanpa penanganan yang memadai. Mereka memilih menghindari tempat atau situasi yang memicu rasa takut berlebih. Namun ada risiko komplikasi yang mengancam jika claustrophobia dibiarkan tanpa perawatan. Misalnya:
- Gangguan tidur, seperti insomnia kronis
- Gangguan kecemasan yang lebih parah
- Aktivitas sehari-hari menjadi terbatas
- Kehidupan sosial dan karier terganggu
- Depresi atau merasa tak berdaya hingga tindakan suicide
Dengan adanya komplikasi itu, individu yang mengalami claustrophobia rentan mengalami penurunan kualitas hidup.
Pencegahan
Karena penyebab pasti claustrophobia tak diketahui, tak ada pula cara pencegahan yang pasti. Namun ada beberapa cara yang bisa membantu mengurangi risiko mengalami claustrophobia, seperti:
- Menghindari tempat atau situasi yang memicu ketakutan berlebih
- Menjalankan teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau latihan pernapasan untuk meredakan rasa cemas dan stres
- Berkonsultasi dengan professional (psikolog, psikiater) untuk meminta saran medis dan mendapatkan terapi yang tepat
- Dalam kondisi yang sangat mengganggu perlu segera mendapatkan pengobatan berupa pemberian psikofarmaka sesuai dengan beratnya gejala pasien.
Kapan Harus ke Psikiater?
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala claustrophobia, sebaiknya segera datangi dokter/psikiater atau psikolog untuk berkonsultasi dan mendapatkan penanganan yang tepat. Terlebih bila gejala itu sudah sangat mempengaruhi dan membatasi produktivitas dalam kehidupan sehari-hari dan menimbulkan gangguan kesehatan mental. Diagnosis yang tepat dan akurat bisa membantu seseorang yang mengalami claustrophobia mendapatkan pengobatan yang efektif. Dengan demikian kualitas hidup akan menjadi lebih baik dan mencegah komplikasi yang lebih serius.
Narasumber
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (Psikiater)
Primaya Hospital Depok
Referensi:
- Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5-TR). https://www.psychiatry.org/psychiatrists/practice/dsm. Diakses 6 Mei 2023
- Anxiety Disorders. https://www.nimh.nih.gov/health/topics/anxiety-disorders. Diakses 6 Mei 2023
- What are Anxiety Disorders?. https://www.psychiatry.org/patients-families/anxiety-disorders/what-are-anxiety-disorders#section_9. Diakses 6 Mei 2023
- Claustrophobia. https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/claustrophobia/. Diakses 6 Mei 2023
- Claustrophobia. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK542327/. Diakses 6 Mei 2023
- Claustrophobiaโempowering the patient. https://link.springer.com/article/10.1007/s00330-021-07889-8. Diakses 6 Mei 2023
- Claustrophobia (Fear of Small Spaces): Are You Claustrophobic?. https://www.psycom.net/claustrophobia-claustrophobic-fear-of-small-spaces. Diakses 6 Mei 2023