Dari sejumlah jenis hepatitis yang menular karena infeksi virus, ada satu jenis yang paling unik: hepatitis D. Virus yang menyebabkan penyakit peradangan hati ini tidak utuh. Ia memerlukan keberadaan virus hepatitis jenis lain untuk dapat menggandakan diri. Meski demikian, bukan berarti virus ini tak berbahaya. Upaya pencegahan tetap diperlukan untuk menghindari risiko infeksi yang serius.
Apa Itu Hepatitis
Hepatitis D adalah penyakit pada hati yang terjadi karena infeksi virus hepatitis D. Hepatitis D juga dikenal sebagai hepatitis delta. Hepatitis jenis ini terbilang jarang dijumpai di banyak negara, termasuk di Indonesia. Virus hepatitis D ditemukan pada 1977 pada pasien hepatitis B kronis.
Awalnya virus ini dikira sebagai antigen hepatitis B yang tak dikenali. Namun dalam pengetesan kemudian diketahui bahwa virus ini adalah jenis baru yang awalnya dinamai agen delta. Sejak saat itu para pakar kesehatan memahami bahwa virus hepatitis D hanya dapat menginfeksi pasien yang terkena hepatitis B.
Sebab, virus hepatitis D adalah virus hibrida. Ia menggunakan antigen permukaan hepatitis B sebagai protein amplop atau envelope protein. Itu sebabnya hepatitis D bisa menginfeksi manusia hanya jika ada virus hepatitis B di sana. Yang masih menjadi misteri adalah replikasi virus hepatitis B menjadi terhambat pada orang yang juga terinfeksi hepatitis D.
Seseorang bisa terinfeksi virus hepatitis B dan D pada saat bersamaan. Hal ini disebut ko-infeksi. Sedangkan bila seseorang yang sudah mengidap hepatitis B lalu terjangkit virus hepatitis D, kondisi itu disebut super-infeksi. Baik ko-infeksi maupun super-infeksi dapat berujung pada masalah kesehatan yang serius. Infeksi hepatitis D bisa menambah risiko kerusakan hati dan bahkan kematian.
Penyakit hepatitis D bisa berbentuk akut atau jangka pendek, bisa juga kronis alias jangka panjang. Saat ini belum ada vaksin hepatitis D, tapi pencegahan bisa dilakukan dengan mendapatkan vaksin hepatitis B bagi orang yang belum pernah terinfeksi virus hepatitis B.
Penyebab Hepatitis D
Hepatitis D menular lewat kontak dengan darah atau cairan tubuh lain yang terkontaminasi. Penularan kerap terjadi karena penggunaan jarum suntik atau peralatan obat-obatan bersama dengan orang yang terinfeksi. Hubungan seksual tanpa pengaman dengan orang yang terkena hepatitis D juga bisa memicu penularan.
Selain itu, virus ini dapat menular dari ibu ke anaknya yang baru dilahirkan, tapi ini jarang terjadi. Adapun kontak langsung dengan orang yang terinfeksi tanpa melalui darah atau cairan tubuh lain tak dapat membuat seseorang tertular hepatitis D.
Meski virus jenis D bergantung pada jenis B, penyebarannya secara geografis berbeda. Sebab, virus D lebih sering menular lewat paparan darah pasien, sedangkan virus B cenderung lebih kerap melalui cairan tubuh selain darah. Kasus hepatitis D banyak dijumpai di kawasan Mediterania, Afrika Timur, Timur Tengah, wilayah cekungan Amazon, Asia Tengah dan Utara, serta beberapa daerah di kawasan Pasifik.
Gejala Hepatitis D
Secara klinis, gejala hepatitis D mirip dengan infeksi jenis virus hepatitis lain, terutama hepatitis B. Sebagian besar pasien tak menunjukkan gejala, khususnya pada pasien hepatitis D kronis. Pada pasien hepatitis D akut, gejala yang sering muncul antara lain:
- Merasa lemah lesu
- Kehilangan selera makan
- Sakit kuning (kulit dan putih mata tampak menguning)
- Urine berwarna gelap
- Tinja tampak pucat
- Rasa sakit pada area perut atas
Pada pasien hepatitis D kronis, gejala kerap tak terasa selama beberapa tahun setelah infeksi awal. Gejala yang mungkin dialami termasuk:
- Sering merasa lelah
- Berat badan anjlok
- Pembengkakan perut dan pergelangan kaki
- Gatal-gatal
- Sakit kuning
Dokter bisa menduga seorang pasien hepatitis B terkena infeksi hepatitis D bila gejala hepatitis B akut lebih berat dari biasanya, kondisi kronis yang dialami pasien lebih cepat memburuk, atau saat hepatitis B kronis yang diderita mendadak parah.
Jika curiga pasien mengalami gejala infeksi hepatitis B dan D, dokter akan melakukan serangkaian tes dan pemeriksaan. Tes yang utama untuk mengonfirmasi keberadaan penyakit itu adalah tes darah. Dokter juga akan memeriksa kondisi fisik pasien untuk mencari tanda kerusakan hati, yang bisa berupa sakit kuning, pembengkakan kaki, dan pembengkakan perut.
Pengobatan Hepatitis D
Sampai sekarang tidak ada pengobatan khusus untuk hepatitis D akut. Adapun untuk hepatitis D kronis, pilihan pengobatan juga terbatas dan jenis perawatan yang optimal belum dapat disimpulkan dari sejumlah penelitian. Namun penggunaan interferon alpha atau IFN alpha untuk pasien infeksi kronis menunjukkan hasil yang baik dalam sebagian besar uji klinis.
Pengobatan dengan IFN alpha direkomendasikan dilakukan seminggu sekali selama setidaknya satu tahun. Tujuan pengobatan ini adalah menekan kemampuan virus menggandakan diri. Bila kondisi penyakit lebih berat, dokter bisa melakukan prosedur normalisasi alanine aminotransferase (ALT). Jika penyakit telah berkembang menjadi sirosis hati, umumnya tindakan yang diambil adalah transplantasi hati untuk menggantikan hati yang sudah rusak dengan hati baru hasil donor.
Kapan ke Dokter
Hepatitis D adalah penyakit yang butuh “teman”, yaitu hepatitis B. Maka jika Anda sedang terinfeksi hepatitis B, lebih waspadalah. Bila belum pernah terkena, segera dapatkan vaksin hepatitis B yang merupakan bagian dari program imunisasi dasar pemerintah. Berkonsultasilah kepada dokter secepatnya bila menduga terkena hepatitis B. Deteksi dini akan menentukan langkah penanganan berikutnya untuk memperbesar peluang kesembuhan pasien.
Reviewed by
Dokter Umum
Primaya Hospital Sukabumi
Referensi
- Hepatitis D. https://www.statpearls.com/ArticleLibrary/viewarticle/22792. Diakses 30 Mei 2022
- What Is Hepatitis D? Symptoms, Causes, Diagnosis, Treatment, and Prevention. https://www.everydayhealth.com/hepatitis-d/guide/. Diakses 30 Mei 2022
- Experimental Drugs for the Treatment of Hepatitis D. https://www.dovepress.com/experimental-drugs-for-the-treatment-of-hepatitis-d-peer-reviewed-fulltext-article-JEP. Diakses 30 Mei 2022
- Hepatitis D: challenges in the estimation of true prevalence and laboratory diagnosis. https://gutpathogens.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13099-021-00462-0. Diakses 30 Mei 2022
- Chronic hepatitis D associated with worse patient-reported outcomes than chronic hepatitis B. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2589555921000562. Diakses 30 Mei 2022