Melahirkan merupakan proses yang sangat dinantikan oleh setiap ibu hamil. Namun data dari Riskesdas pada tahun 2018 menyebutkan bahwa sekitar 17.6% kelahiran dilakukan dengan SC atau sectio caesarea. SC merupakan prosedur pembedahan pada perut ibu hamil untuk mengeluarkan bayi. Tentunya proses ini memerlukan persiapan yang baik agar prosedur berjalan dengan baik dan pasien pulih dengan cepat.
ERACS atau Enhanced Recovery After Cesarean Surgery merupakan perubahan paradigma perioperatif yang mengedepankan pendekatan multidisiplin dan kerja sama yang baik antara pasien, dokter bedah, dokter anestesi, dan dokter-dokter terkait lainnya agar perawatan perioperatif berjalan optimal sehingga pasien pasca bedah Caesar dapat pulih dan pulang lebih cepat. Pendekatan ini dilakukan berdasarkan panduan berbasis bukti dan rekomendasi berbagai tinjauan dengan fokus maternal. Di Indonesia sendiri, pendekatan ini semakin populer seiring dengan semakin banyaknya bukti dan tinjauan mengenai ERAS dalam meningkatkan kualitas perawatan perioperatif ibu hamil yang akan menjalani SC. Artikel kali ini akan membahas beberapa poin penting dalam ERACS dari sudut pandang anestesi.
Persiapan Prabedah
Dalam bidang pembiusan, dokter spesialis anestesi berperan dalam melakukan penilaian prabedah, pemilihan jenis anestesi, edukasi, dan tatalaksana nyeri perioperatif. Penilaian prabedah antara lain berupa indikasi pembedahan, kondisi penyulit dan penyerta lainnya, riwayat alergi, serta kesulitan pembiusan pada riwayat operasi sebelumnya. Persiapan perioperatif dilakukan bekerja sama dengan dokter bedah dan dokter-dokter terkait lainnya, terutama bila pasien memiliki kondisi penyulit yang harus dikoreksi sebelumnya seperti hipertensi, diabetes gestasional, anemia, obesitas, dan lain sebagainya. Komunikasi dan kepercayaan yang terjalin dengan baik dapat membantu mempersiapkan pasien dan tim medis agar perawatan dan segala tindakan yang dilakukan berjalan dengan lancar.
Persiapan prabedah lain yang tidak kalah penting penting adalah puasa dan antibiotik. Puasa sebelum pembedahan diperlukan untuk mencegah muntah akibat
pembiusan. Pendekatan ERACS merekomendasikan pasien prabedah untuk puasa 6 jam untuk makanan padat dan 2 jam untuk minuman jernih (misal jus tanpa serat atau teh manis). Antibiotik diberikan secara intravena dalam 60 menit sebelum pembedahan. Setelah persiapan prabedah selesai, maka pembedahan dapat dilakukan.
Intrabedah
Metode pembiusan yang paling baik untuk SC adalah anesthesia regional, yaitu blok subarachnoid atau biasa disebut sebagai spinal anesthesia. Prosedur anestesia ini dilakukan dengan menusukkan jarum panjang yang sangat tipis untuk menyuntikkan obat anestetik lokal yang dikombinasikan dengan obat pilihan lainnya ke dalam cairan saraf di saluran tulang belakang. Metode ini berperan positif terhadap kontrol nyeri, fungsi organ, mobilitas, mual muntah pasca bedah, lama perawatan di rumah sakit, dan efek samping serta risiko komplikasi pascabedah. Bila dibandingkan dengan pembiusan umum, terdapat penurunan signifikan terhadap jumlah perdarahan dan kematian pasien. Morfin intratekal yang diberikan pada anesthesia regional juga dapat meningkatkan efek analgetik pascabedah sehingga mobilisasi dapat lebih cepat dilakukan. Selama pembedahan berlangsung, suhu pasien juga harus dijaga normal (36.5o C-37.5o C) untuk mencegah komplikasi akibat hipotermia, seperti infeksi luka operasi, gangguan koagulasi, gangguan oksigenasi jaringan, gangguan metabolisme obat, dan lain sebagainya.
Pascabedah.
Tatalaksana nyeri yang baik dapat membantu mobilisasi dini serta kembalinya fungsi organ. Obat nyeri dapat diberikan secara multimodal, baik regional, intravena, maupun per oral. Mobilisasi dini dinilai penting untuk memperbaiki luaran jangka pendek pascabedah seperti kembalinya fungsi usus, risiko trombosis, serta lama perawatan. Melepas kateter urin lebih cepat juga berperan dalam mobilisasi dini.
Selain mobilisasi, nutrisi pascabedah juga turut menjadi perhatian. Early feeding atau asupan nutrisi yang lebih cepat (dalam 30 menit – 8 jam pascabedah) terbukti menekan rasa lapar dan haus pascabedah, meningkatkan kepuasan, memperbaiki ambulasi, dan menurunkan lama perawatan tanpa efek negatif terhadap gejala gastrointestinal maupun infeksi. Diet pascabedah sebaiknya terdiri atas susu, buah, sayur, dan kalori seimbang untuk mendukung ASI serta mencegah konstipasi.
Pendekatan perioperatif berdasarkan ERAS seperti yang tertulis sebelumnya selalu berpegang pada prinsip patient safety dan excellent service berbasis bukti, sehingga calon ibu dapat menjalani pembedahan dengan lebih nyaman danย pulih lebih cepat.
Narasumber:
dr. Grace Widyarani, Sp.An
Dokter Spesialis Anestesi