• Contact Center
  • 1500 007
  • Chatbot

Pseudodementia: Gejala, Mencegah dan Mengobati

pseudodementia

Banyak orang mengenal demensia sebagai kondisi ketika seseorang mengalami masalah kognitif karena adanya gangguan neurologis. Namun ada pula kondisi dengan gejala mirip demensia tapi akar masalahnya masalah mental dan emosional, yakni pseudodementia. Penting untuk mengetahui perbedaan kedua kondisi ini karena membutuhkan penanganan yang berbeda pula.

buat jani dokter primaya

Mengenal Pseudodementia

Pseudodementia adalah kondisi medis yang ditandai dengan gejala mirip demensia, seperti kebingungan, gangguan daya ingat, serta kesulitan dalam berpikir atau membuat keputusan, namun penyebabnya adalah gangguan psikiatri, khususnya depresi. Kondisi ini berbeda dengan demensia yang berkaitan dengan gangguan pada otak.

Menurut penelitian, pseudodementia depresif didapati pada 0,6 persen orang berusia 65 tahun ke atas. Area utama fungsi kognitif yang terkena dampak negatif kondisi ini mencakup fungsi eksekutif, bicara dan bahasa, serta memori.

Istilah pseudodementia masih menjadi topik yang hangat diperbincangkan oleh kalangan medis karena perbedaan antara demensia dan depresi. Sebuah studi menjelaskan, pseudodementia atau PDEM bersinonim dengan defisit kognitif yang terlihat pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pemahaman dan diagnosis yang tepat mengenai kondisi ini diperlukan agar pasien mendapatkan perawatan yang sesuai.

Berbeda dengan demensia, ada kemungkinan gejala pseudodementia mengalami perbaikan sehingga pasien dapat pulih setelah mendapat perawatan untuk gangguan psikiatri yang dialami.

Gejala

Gejala pseudodementia mirip dengan demensia, di antaranya:

  • Kesulitan mengingat informasi
  • Kebingungan dan tak bisa menentukan arah
  • Kesulitan membuat keputusan
  • Ketidakmampuan berkonsentrasi
  • Lamban dalam berpikir atau bertindak
  • Gangguan tidur
  • Kesulitan membuat rencana dan mengatur gagasan
  • Perubahan pola makan
  • Perasaan sedih yang mendalam atau tak berharga
  • Kesulitan mengungkapkan kata-kata

Penyebab

Penyebab utama pseudodementia adalah gangguan psikiatri atau berkaitan dengan masalah mental dan emosional. Depresi dan gangguan depresif berat atau major depressive disorder paling sering didapati sebagai kondisi yang melatari pseudodementia. Kondisi mental lain seperti gangguan kecemasan, trauma emosional, dan stres kronis juga bisa memicu gejala penurunan kognitif pseudodementia.

Dalam beberapa kasus, gangguan ini dapat terjadi pada orang tua yang mengalami stres atau perubahan besar dalam kehidupan mereka. Misalnya ketika sudah berhenti kerja atau memasuki masa pensiun ataupun kehilangan orang yang dicintai.

Baca Juga:  Haphephobia: Penyebab, Gejala, dan Cara Menghadapinya

Cara Dokter Mendiagnosis

Meski masih ada diskusi mengenai apakah pseudodementia bisa masuk kriteria diagnosis atau hanya gambaran gejala, penting untuk mengidentifikasi kondisi ini agar dokter bisa merumuskan rencana perawatan yang tepat. Dokter biasanya melakukan serangkaian langkah berikut ini dalam diagnosis pseudodementia:

  • Menanyakan serta mengobservasi gejala yang dialami dan riwayat medis pasien dalam wawancara klinis
  • Mengevaluasi kondisi psikologis dengan menjalankan tes kognitif dan neuropsikologis guna menilai fungsi memori, kemampuan berpikir, dan konsentrasi
  • Menilai kondisi psikiatri atau mental dan emosional pasien untuk mengidentifikasi gangguan psikiatri yang mendasari.

Selan itu, untuk mengesampingkan kemungkinan adanya masalah fisik yang bisa menyebabkan gejala serupa pseudodementia, dokter bisa melakukan tes laboratorium dan pencitraan otak menggunakan magnetic resonance imaging atau MRI dan CT scan. Dari pemeriksaan ini, dokter bisa memastikan tidak ada masalah seperti gangguan tiroid, kekurangan vitamin, hingga kerusakan otak yang berkaitan dengan gejala pasien.

Cara Mengatasi

Penanganan pseudodementia bergantung pada apa kondisi psikiatri yang melatarinya. Untuk mengatasi depresi, misalnya, cara yang bisa ditempuh antara lain:

  • Terapi kognitif dan perilaku serta terapi psikologis lain agar pasien bisa mengenali gejala dan menerapkan strategi yang tepat untuk mengatasinya
  • Pemberian obat-obatan seperti obat antidepresan atau antikecemasan
  • Modifikasi gaya hidup yang berguna untuk kesehatan mental, seperti olahraga teratur, pola makan gizi seimbang, dan tidur yang cukup

Mengingat gejala pseudodementia dan demensia yang mirip, penanganan ini juga bisa menjadi cara untuk memastikan bahwa kondisi yang dialami pasien berkaitan dengan masalah psikiatri alih-alih gangguan fisik. Secara umum, pemberian obat yang tepat efektif untuk mengatasi depresi. Sedangkan masalah neurologis yang menyebabkan demensia memerlukan penanganan lebih kompleks.

Dalam perawatan pasien pseudodementia ataupun demensia, dukungan sosial juga sangat diperlukan. Kehadiran keluarga dan orang-orang terdekat penting untuk membantu pemulihan pasien.

Baca Juga:  Penyakit Limfoma: Gejala, Mencegah dan Mengobati

Komplikasi Pseudodementia

Tanpa perawatan yang memadai, pseudodementia bisa memicu beragam komplikasi yang berdampak buruk pada kehidupan individu yang mengalaminya. Berikut ini beberapa di antaranya:

  • Penurunan kualitas hidup secara umum karena berbagai penurunan kognitif yang penting dalam menjalani kegiatan sehari-hari
  • Terisolasi secara sosial karena pasien cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan tak bisa lagi menikmati aktivitas yang dulu disenangi
  • Penurunan kondisi mental dan emosional hingga meningkatkan risiko bunuh diri
  • Gangguan fisik karena gejala yang tak terkendali, seperti penyakit jantung dan gangguan tidur

Pencegahan Pseudodementia

Untuk mencegah pseudodementia, penting untuk menyadari dan menjaga kesehatan mental dan emosional. Langkah pencegahan yang bisa diambil mencakup:

  • Mengendalikan stres dengan teknik tertentu, seperti yoga, meditasi, dan latihan pernapasan
  • Menjaga keseimbangan yang baik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (work-life balance)
  • Rutin berolahraga serta melakukan aktivitas positif yang disenangi
  • Membangun relasi sosial yang positif dan erat
  • Mempelajari tanda dan gejala awal depresi serta gangguan psikiatri lain dan mencari bantuan medis secepatnya sebelum berkembang lebih jauh

Kapan Harus ke Dokter?

Bila ada gejala yang menyerupai demensia, terutama penurunan fungsi kognitif secara mendadak serta terdapat tanda-tanda depresi atau gangguan kecemasan yang mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya segera datangi dokter untuk menjalani pemeriksaan. Deteksi dini dan perawatan yang tepat sangat penting untuk mengelola pseudodementia dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Narasumber:

dr. Dianita Risky Alamsyah, Sp. N ย 

Spesialis Saraf

Primaya Hospital Bhakti Wara

 

Referensi:

Share to :

Buat Janji Dokter

Promo

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.