Fakta bahwa Imunisasi anak sebagai langkah perlindungan terhadap ancaman penyakit menular merupakan hak anak. Pemberian imunisasi telah sesuai dengan sederet peraturan perundang-undangan yang melindungi kehidupan anak, dari Undang-Undang Dasar 1945 hingga Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Kesehatan.
Sayangnya, masih ada sebagian orang tua yang ragu akan pentingnya imunisasi anak. Keraguan antara lain muncul akibat faktor pengetahuan orang tua mengenai imunisasi. Pemerintah dan praktisi kesehatan bisa berperan mendorong edukasi bagi orang tua agar lebih paham bahwa imunisasi bisa melindungi kesehatan sang buah hati.
Selama ini masih ada mitos tentang imunisasi anak yang menggelayuti orang tua sehingga berat untuk membawa putra-putri mereka ikut vaksinasi. Mitos yang salah ini seakan-akan menenggelamkan kebenaran fakta bahwa imunisasi itu sederhana, aman, dan efektif.
Berikut ini daftar mitos dan fakta imunisasi anak yang wajib bunda ketahui, berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDI) dan informasi Badan Kesehatan Dunia (WHO):
-
Sanitasi dan higiene
Mitos: Bila hidup bersih dan sehat, pasti tak terkena penyakit. Tak perlu vaksinasi.
Fakta: Penerapan pola hidup bersih dan sehat memang bisa membuat kita terlindung dari penyakit. Tapi ada beberapa penyakit menular yang tetap bisa menyerang tak peduli seberapa bersihnya kita, misalnya polio dan campak. Imunisasi anak bisa mencegah penyakit tersebut. Bila program vaksinasi berhenti, penyakit-penyakit itu bisa muncul lagi dan menyebar menjadi wabah.
-
Efek samping vaksin
Mitos: Pemberian vaksin menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bahkan fatal dalam jangka panjang.
Fakta: Risiko kesehatan yang muncul akibat tak menjalani vaksinasi jauh lebih berbahaya ketimbang efek samping vaksin. Reaksi yang muncul dari vaksin sebagian besar hanya temporer dan ringan, misalnya rasa nyeri pada bagian yang disuntik dan demam. Jarang terjadi dampak yang serius. Ada pemantauan dan investigasi yang ketat terhadap masalah tersebut. Sedangkan risiko tak menjalani vaksin bisa berupa lumpuh hingga hilangnya nyawa. Misalnya akibat polio, penyakit yang terbukti bisa tertanggulangi lewat imunisasi anak.
-
Bayi mati mendadak
Mitos: Ada kasus bayi mati mendadak (sudden infant death syndrome/SIDS) akibat pemberian kombinasi vaksin difteri, tetanus, pertusis (DTP) dan polio.
Fakta: Usia bayi ketika bisa mengalami kematian mendadak bersinggungan dengan masa pemberian vaksin DTP dan polio. Tapi tak ada temuan bahwa vaksinasi menyebabkan SIDS. Dengan kata lain, terjadinya SIDS cuma kebetulan bertepatan dengan masa vaksinasi dan tetap terjadi walau bayi tak mendapat vaksin.
-
Pemberantasan penyakit
Mitos: Pemberantasan penyakit yang menjadi sasaran vaksin sudah nyaris berhasil. Vaksinasi tak perlu lagi.
Fakta: Pembawa atau agen penyakit menular yang bisa tertanggulangi dengan imunisasi anak masih ada meski di suatu negara penyakit itu telah jarang. Agen tersebut bisa datang dari negara lain, melampaui perbatasan, dan menyerang orang-orang yang belum mendapat perlindungan dari vaksin di negara baru. Karena itu, vaksinasi tetap perlu untuk menjaga dan melindungi masyarakat, bukan hanya diri sendiri.
-
Penyakit itu musibah
Mitos: Terkena penyakit menular yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi itu hanya musibah.
Fakta: Imunisasi anak adalah upaya pencegahan terhadap risiko terkena penyakit yang berpotensi memicu kondisi gawat dan bahkan kematian pada anak-anak hingga orang dewasa. Bila bisa mencegah dengan mudah, tak ada alasan untuk mengambil risiko tertimpa “musibah” itu.
-
Sistem imun anak
Mitos: Sistem imun anak tak sanggup menahan beberapa vaksin yang diberikan secara berbarengan sehingga bisa memunculkan efek samping yang membahayakan.
Fakta: Tak ada bukti kombinasi vaksin bisa mempengaruhi sistem imun anak. Paparan bakteri pada anak bahkan lebih banyak ketimbang vaksin. Dari memakan makanan menggunakan tangan saja, ada potensi beragam zat asing yang masuk dan menimbulkan reaksi imun. Pemberian sejumlah vaksin secara bersamaan justru bermanfaat karena tak memboroskan waktu dan dana. Jumlah suntikan pun menjadi lebih sedikit.
-
Flu itu biasa
Mitos: Flu atau influenza itu penyakit biasa sehingga tak perlu vaksin.
Fakta: Setiap tahun tercatat 300 ribu hingga 500 ribu kematian akibat flu di seluruh dunia. Orang-orang tertentu, seperti anak kecil, ibu hamil, dan lanjut usia, menanggung risiko lebih tinggi jika terkena flu. Demikian juga mereka yang memiliki penyakit kronis, seperti penyakit jantung dan asma. Vaksinasi bisa menekan risiko itu. Lagi pula, flu bisa membuat orang kehilangan waktu, tenaga, dan uang karena harus berobat. Jadi vaksin influenza tetap perlu.
-
Penyakit bikin kebal
Mitos: Orang akan kenal sendiri terhadap penyakit jika sudah kena. Tak perlu vaksin lagi.
Fakta: Vaksinasi membuat orang kebal tanpa perlu tertular penyakit. Sementara itu, risiko tertular penyakit bisa fatal. Sebagai contoh, rubela membuat bayi lahir cacat. Hepatitis B bisa memicu kanker hati. Campak menyebabkan kematian.
-
Kandungan merkuri
Mitos: Vaksin membahayakan kesehatan karena ada kandungan merkuri.
Fakta: Terdapat bahan organik thiomersal yang memiliki kandungan merkuri dalam vaksin. Fungsinya adalah mengawetkan. Tapi tak ada bukti bahwa kandungan thiomersal dalam vaksin meningkatkan risiko kesehatan.
-
Anak jadi autis
Mitos: Imunisasi anak memicu autisme
Fakta: Masyarakat heboh ketika pada 1998 ada studi yang menghubungkan autisme dengan vaksin MMR. Studi itu ternyata keliru dan ditarik dari peredaran. Namun kehebohan berlanjut hingga sekarang dan dipercayai sebagai kebenaran.
Ditinjau oleh:
dr. Sjully Mamahit, SpA
Dokter Spesialis Anak
Referensi:
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/apa-saja-fakta-dan-mitos-tentang-vaksinasi
https://www.who.int/vaccines/questions-and-answers
Sumber gambar : Freepic