Secara umum, gejala enterokolitis (infeksi usus) mirip dengan gejala dari berbagai gangguan pencernaan lain seperti gerd, sindrom iritasi usus, malabsorpsi, hingga radang usus buntu. Namun, salah satu tanda yang paling tampak ialah berupa muntah dan diare yang disertai dengan darah.
Kondisi ini mengakibatkan peradangan yang melibatkan organ berupa usus besar dan usus halus. Tanpa perawatan yang tepat, maka hal tersebut dapat berpotensi mengakibatkan komplikasi serius yang menjalar ke organ lainnya seperti hati dan otak. Oleh karena itu, kami akan memberikan rincian tentang infeksi usus sekaligus penangannya.
Pengertian Infeksi Usus
Infeksi usus atau dalam istilah medis sering disebut sebagai enterokolitis adalah kondisi gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh peradangan pada usus besar dan usus halus akibat infeksi.
Asal kata enterokolitis sendiri dari gabungan kata enteris yang berarti infeksi usus halus dan colitis yang berarti infeksi usus besar.
Penyebab infeksinya sendiri sangat beragam. Contohnya ada jamur, bakteri, virus, parasit, dan sebagainya. Oleh karena itu, perawatannya sendiri membutuhkan kolaborasi dari berbagai dokter yang berbeda mulai dari dokter spesialis penyakit dalam hingga dokter bedah digestif.
Gejala yang sering kali tampak yakni adanya gangguan pencernaan yang tak kunjung sembuh. Contohnya yaitu diare yang kadang disertai darah dan lendir, mual-mual, muntah, demam, sakit dan kram perut, serta penurunan berat badan secara cepat.
Penyakit | Infeksi Usus (Enterokolitis) |
---|---|
Gejala Utama | Sakit perut, diare yang kadang disertai darah/lendir, mual, muntah, kram perut, |
Dokter Spesialis | Dokter spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterologi hepatologi, dokter spesialis bedah digestif |
Penyebab | Infeksi oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur |
Diagnosis | Cek fisik, wawancara medis, pemeriksaan penunjang, cek sampel feses |
Faktor Risiko | Usia 65 tahun ke atas, sistem kekebalan tubuh lemah, kontaminasi pada makanan/minuman |
Pengobatan | Pemberian antibiotik, pembedahan, pemberian cairan pengganti |
Pencegahan | Cuci bersih sayur/buah sebelum dimakan, rajin cuci tangan, lakukan hubungan seksual yang sehat, tingkatkan imun tubuh |
Komplikasi | Abses otak, abses hati, perforasi usus, sepsis |
Faktor Risiko
Mereka yang rentan terkena infeksi usus yaitu mereka yang berada pada kategori kelompok berikut ini:
- Usia lanjut mulai dari 65 tahun ke atas
- Penderita HIV/AIDS
- Sistem imun tubuh yang lamah
- Gizi buruk
- Pasca operasi transplantasi organ
- Konsumsi makanan/minuman kontaminan
- Bepergian ke tempat dengan sanitasi buruk
- Tinggal di lingkungan yang kotor
- Penderita kanker
Gejala
Menurut laman Cleveland Clinic, bahwa infeksi usus akan mengakibatkan beberapa macam gejala pada penderitanya seperti halnya:
- Diare (kadang disertai lendir/darah)
- Mual-mual
- Muntah
- Penurunan berat badan
- Kram perut
- Nyeri perut
- Demam
- Kehilangan nafsu makan
- Kelelahan
- Pembengkakan bagian perut
Penyebab
Infeksi usus memiliki banyak penyebabnya. Di antaranya ada bakteri, virus, jamur, dan parasit. Berikut ini beberapa contoh mikroorganisme yang menjadi penyebab utamanya:
Penyebab | Contoh |
---|---|
Virus | Astrovirus, Coxsackievirus, Rotavirus, Cytomegalovirus, Human immunodeficiency virus (HIV) dan juga Norovirus. |
Jamur | Candida spp., Paracoccidioides, Cryptococcus spp., Histoplasma capsulatum, Aspergillus spp., dan juga Talaromyces marneffei. |
Bakteri | Salmonella spp., E. coli, Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, Shigella, dan juga M. tuberculosis. |
Parasit | Cyclospora cayetanenesis, Ascaris lumbricoides, Trichiuris Trichiuria, Ancylostoma duodenale, Giardia intestinalis, dan juga Entamoeba hystolitica. |
Diagnosis
Dalam mendiagnosa infeksi usus pada beberapa pasien, dokter akan melakukan serangkaian tes. Umumnya, hal pertama yang dokter lakukan yaitu dengan menanyakan riwayat kesehatannya.
Selanjutnya, akan melakukan evaluasi terhadap kondisi fisik. Termasuk melihat adanya pembengkakan pada perut atau tidak. Jika masih belum jelas, maka dokter akan melakukan serangkaian tes tambahan seperti:
- Pemeriksaan darah lengkap (complete blood count)
- Tes infeksi darah (blood culture test)
- Pemeriksaan sampel feses
Umumnya, pemeriksaan feses menjadi pilihan utama yang digunakan oleh dokter. Hal tersebut bisa mengetahui dengan jelas apakah memang ada mikroorganisme penyebab infeksi atau tidak.
Namun, bila hasilnya masih belum diketahui dokter juga akan melakukan tes tambahan seperti:
- CT scan
- Ultrasounds
- MRI scan
Pengobatan
Dokter akan melakukan pengobatan sesuai dengan jenis infeksi yang menyerang, tingkat keparahan penyakit, komplikasi, serta perkembangan penyakit tersebut. Bila sampai kondisi parah, maka akan dilakukan pembedahan, khususnya bila terjadi robekan dan pelebaran usus.
Terapi obat-obatan juga diberikan. Tujuannya untuk mencegah perkembangan mikroorganisme berkembang. Berikut beberapa jenis obat yang kerap dokter berikan pada pasien:
- Antibiotik: ornidazole, tinidazole, vancomycin, metronidazole
- Antipiretik: ibuprofen, paracetamol
- Antijamur: fluconazole
- Antiemetik: domperidone, ondansetron
- Antituberkulosis: etambutol, isoniazid, pirazinamid, rifampisin
- Agen luminal: diloxanide furoate, diiodohydroxyquin, paromomycin
Komplikasi
Komplikasi yang kerap terjadi pada pasien penderita infeksi usus meliputi:
- Perforasi usus
- Abses hati
- Abses otak
- Sespis
- Peritonitis
- Megakolon toksik
Kapan Harus ke Dokter?
Apabila belakangan ini Anda merasakan gejala infeksi usus seperti yang kami sebutkan di atas, maka segera kunjungi dokter untuk mendapatkan perawatan sedini mungkin.
Penanganan penyakit ini membutuhkan banyak kolaborasi interprofesional seperti halnya dokter umum, dokter spesialis penyakit dalam, spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterohepatologi, dokter spesialis bedah umum, dan juga dokter spesialis bedah digestif.
Narasumber:
dr. Yan Ardianto Senjaya, Sp. B-KBD
Spesialis Bedah Digestif
Primaya Hospital Karawang
Referensi:
- Necrotizing enterocolitis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4753995/. Diakses pada 1 Desember 2023.
- Hirschsprung-associated enterocolitis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3462485/. Diakses pada 1 Desember 2023.
- Necrotizing enterocolitis [Abstract]. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30793842. Diakses pada 1 Desember 2023.
- Enterocolitis. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/24633-enterocolitis. Diakses pada 1 Desember 2023.
- Food Protein-Induced Enterocolitis Syndrome (FPIES). https://acaai.org/allergies/allergic-conditions/food/food-protein-induced-enterocolitis-syndrome-fpies/. Diakses pada 1 Desember 2023.
- Necrotizing Enterocolitis (NEC). https://www.nichd.nih.gov/health/topics/nec. Diakses pada 1 Desember 2023.
- Neutropenic Enterocolitis (Typhlitis). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551577. Diakses pada 1 Desember 2023.
- Pseudomembranous colitis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4402243/. Diakses pada 1 Desember 2023.
- Infection by Escherichia coli 0157:H7. https://www.merckmanuals.com/professional/infectious-diseases/gram-negative-bacilli/infection-by-escherichia-coli-o157-h7-and-other-enterohemorrhagic-e-coli-ehec. Diakses pada 1 Desember 2023.
- Role of the gut microbiota in health and chronic gastrointestinal disease. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3667473/. Diakses pada 1 Desember 2023.